Great Love 

By. Aphrodiv
 Im Yoona – Lee Donghae

Genre : Family, Brothership, Romance 

Length : Sequel 

Rate : T

Cover by. BubbleBaek27 Art 



Before Story : Fake or Real

Kembali ke tempat asal setelah 17 tahun membuat kenangan lama kembali kembali terputar. 

Seperti sebuah kaset yang menceritakan awal kisah sampai tamat. 

Menghirup udara, melihat pemandangan awan di langit Seoul membuat wanita yang berkepala tiga itu bernostalgia ke 17 tahun yang lalu. 

Saat terakhir kali dirinya pindah dari Negeri Gingseng itu ke Negeri Paman Sam. 

Senyumannya tersungging mengingat kenangan manis namun menyakitkan itu. 

Langkah yang sempat terhenti itu ia lanjutkan, memasuki kembali era 17 tahun yang lalu. Tidak, wanita itu tidak kembali ke masa lalu, hanya saja kembali ke Seoul serasa bahwa ia kembali ke 17 tahun yang lalu. 

Yoona tak bisa mengelak bahwa Donghae lah yang pertama kali ia pikirkan saat ia kembali menginjak tanah Korea Selatan itu. 

Bagaimana kabar pria itu?  Apa ia sudah menikah? Apa Jessica adalah istrinya? Lalu bagaimana anaknya?  Apakah Donghae bahagia?  

Pertanyaan pertanyaan itu menumpuk di pikiran Yoona. Sungguh, Yoona sangat ingin menyingkirkan pikiran itu. Namun, pertanyaan pertanyaan itu tak bisa musnah dari pikiran Yoona. 

Ia kembali ke Seoul bukan untuk Lee Donghae. 

Hanya merindukan Seoul dan setelah itu kembali ke Amerika. Itu saja. 

‘Brugh’ tubuh Yoona sedikit oleng namun kakinya masih bisa menahan walaupun tubuhnya mundur satu langkah. 

“Anak zaman sekarang memang tidak tau sopan santun” cibir Yoona menatap anak lelaki yang menabraknya tadi tanpa mengucapkan kata maaf sedikitpun dan berlalu begitu saja, seperti tidak terjadi apa apa. 

Jika Yoona memiliki anak, ia pasti akan mengajarkan anaknya sopan santun. Tentu saja. 

•••

“Hey!  Sehun hyung!  Kenapa baru mengangkat telepon ku? Aku sudah ada di Incheon, dan sialnya foto yang kau kirim itu hilang!” Jeno menggerutu kesal pada ponselnya, berbicara dengan seseorang disebrang telepon genggamnya. 

“Kau ceroboh, itu sudah aku kirim. Lihatlah. Penerbangannya sudah mendarat di sana” Sehun membalas gerutuan Jeno. Ini bukan salah Sehun yang lama mengangkat telepon Jeno, ini adalah salah Jeno karena kecerobohan Jeno yang menghilangkan foto seseorang yang sangat sulit Sehun cari. 

“Hyung!” ugh, Sehun sungguh sangat ingin menendang bokong Jeno karena berteriak padahal teleponnya masih tersambung. 

“Bisakah kau lebih tenang dan tidak berteriak?” Sehun seperti sedang kena karma. Karena dulu ialah yang suka membuat orang lain kesal, dan sekarang ini ia dibuat kesal oleh adik sepupu temannya. 

“Hyung!  Aku melihat wanita ini tadi!  Aku menabrak tubuhnya tadi! Sial!” Jeno memutar tubuhnya dan berlari kembali ketempat ia menabrak seorang wanita. 

Jeno merutuki dirinya yang tak mengenal wanita itu. 

Pandangan Jeno mengelilingi Bandara Incheon itu, tapi apa yang ia cari tak kunjung ia temukan. 

Jeno berlari keluar dari Bandara Incheon tanpa peduli ponselnya yang masih terhubung dengan Sehun. 

Jeno semakin merutuki dirinya karena ia juga juga tak mendapati wanita itu diluar Bandara Incheon. 

Sial! Ia sudah menunggu dua tahun untuk bertemu dengan wanita itu. 

Dan dengan mudahnya wanita itu lolos padahal tinggal selangkah lagi untuk Jeno bertemu dengannya. Nyaris! 

Jeno mendekatkan ponsel miliknya ke telinganya, ia sudah kehilangan wanita itu. 

“Hyung, aku kehilangan dia” 

•••

“Yoona, kau tak perlu membantuku. Istirahatlah, kau baru saja sampai disini” Yoona tidak mengacuhkan ucapan Bibinya dan bersikeras untuk membantu bibinya membuat kimchi. Melihat sang Bibi yang sudah berumur lebih dari 50 Tahun, mana tega ia membiarkan wanita tua itu bekerja sendirian. 

“Aku bukan anak muda lagi, Bibi. Jangan memanjakan aku” mendengar hal itu membuat Bibi Yoona dan Yoona tertawa. 

“Kau belum menikah diumur mu yang sudah menginjak 35 tahun, itu yang membuatku merasa kau masih anak muda. Ditambah wajahmu yang masih sama seperti kau berusia 25 tahun, Yoona” Yoona tertawa kecil mendengar ucapan Bibinya yang sepenuhnya benar. 

“Apa kau tak ingin menikah?” pertanyaan Bibi Yoona membuat ia tersenyum tanpa arti. Yoona rasa menikah bukanlah hal yang penting. Dan entah kenapa, sesuatu didalam hati Yoona tak menginginkan sebuah pernihakan. Padahal ia menyukai anak kecil. 

“Tidak bibi” jawaban Yoona membuat Sang Bibi sedikit bingung. Disaat semua perempuan dimuka Bumi ini memimpikan pernikahan dan hidup dengan lelaki yang ia cintai, kenapa keponakan perempuannya itu tak ingin menikah? 

“Apa ada seseorang yang kau tunggu?” Yoona tertegun mendengar pertanyaan Bibinya. 

Hanya menjawab ada atau tidak, Yoona sedikit ragu. 

Benarkah ia menunggu seseorang?  

“Kau tau Yoona, kau tidak boleh terus menunggu seseorang. Waktu terus berjalan, kau tak seharusnya berdiam ditempat dan menunggu orang itu datang. Bagaimana jika dia tidak mencarimu?  Bagaimana jika dia sudah menemukan tempat untuk ia pulang?  Aku tau banyak sekali lelaki di Amerika yang mengejar dirimu. Kau itu cantik, awet muda dan tentu saja pintar. Bahkan jika kau mengedipkan matamu sekali saja, ribuan lelaki akan jatuh pada pesonamu” perkataan Bibi Yoona berhasil mengetuk pintu hatinya, walaupun tidak terbuka, ada secuil pikirannya yang mengarah kesana.

Yoona juga bingung, apa yang ia tunggu? 

Padahal saat ia masih duduk di bangku SMA dulu mimpinya adalah menikah dan hidup bahagia serta memiliki anak yang banyak. 

Yoona sudah lupa kapan terakhir kali ia memimpikan hal hal seperti itu. 

“Ku harap kau tidak menunggu Donghae. Karena yang ku tau, ia sudah menikah. Bahkan sudah memiliki anak” lagi lagi Yoona terdiam. Tangannya berhenti bekerja membuat kimchi. 

“Siapa yang menunggunya? Kau ada ada saja Bibi” elak Yoona tertawa canggung. Ia tak menunggu Dongahe, sangkal Yoona pada dirinya sendiri. 

“Bisa sajakan? Mengingat cerita Cinta kalian yang berakhir tidak baik” tentu saja Bibi Yoona tau bagaimana kisah antara Yoona dan Donghae. 

Karena kepada Bibinyalah dulu ia selalu menceritakan si Preman Sekolah mereka itu. 

“Kami berakhir dengan baik, bibi” menurut Yoona perpisahan saat itu baik baik saja. Ia tidak bertengkar dengan Donghae kan?  Bahkan sekata makian pun tidak ada saat mereka berpisah dulu. 

“Apakah berpisah karena orang lain itu disebut berakhir dengan baik?” Yoona menelan ludahnya dengan susah payah. Ayolah, ia sudah menua. Jangan buat ia patah hati seperti anak anak muda. 

“Sudahlah Bibi, itu hanya masa lalu. Kita tak perlu membahasnya” Yoona mengelak dan kembali menyibuki dirinya membuat kimchi. 

“Jelas sekali bahwa kau masih menunggunya” 

Benarkah itu, Bibi? 

••• 

Yoona masih menyangkal bahwa ia tidak merindukan Donghae, namun apa yang ia lakukan sangat berbanding terbalik dengan sangkalannya. 

Jika ia tidak merindukan Donghae, kenapa ia ia berkunjung ke Sekolah Menengah Atas lama nya? 

Alasan apa lagi yang ia lontarkan?  

Benar benar tidak merindukan Donghae? 

Yoona menatap bangunan sekolah dimana tempat ia belajar bahkan mengukir kenangan indah 17 tahun yang lalu. 

Sangat berubah. 

Dulu tidak ada tiang lampu disetiap sudut lapangan sepak bola dimana ia pernah menunggu Donghae berlatih. 

Bahkan pohon pohon tinggi tempat ia membaca buku sudah tidak ada lagi. 

Sangat berubah dari terakhir kali ia berada disana. 

Yoona ingat saat ia lebih memilih pindah sekolah lagi dan mengikuti ayahnya ke Amerika. Saat itu orang tua mereka bertengkar besar dan memilih berpisah. 

Ayah Yoona yang memutuskan pergi ke Amerika dan Ibu Yoona menetap di Seoul. 

Yoona mengadakan kepalanya menatap langit, teringat tentang ibunya yang sudah pergi 5 tahun yang lalu. 

“Apa kau sedih karena aku lebih memilih tak menikah, Ibu?” Yoona teringat saat Ibu Yoona menyusul mereka ke Amerika dengan menyatakan bahwa ia mengidap Kanker Rahim. Meminta bantuan padanya dan Ayah Yoona. 

Yoona ingat permintaan terakhir Ibu Yoona agar ia segera menikah dan memiliki keluarga, agar ia tidak sendiri. 

“Yoona?” Yoona menoleh dan pikirannya akan masa lalu buyar seketika. 

“Oh, Guru Kang!” 

•••

“Hyung, apa kau yakin dia kesini?” Sehun mengangguk mantap menjawab pertanyaan Jeno. Sehun mengadakan kepala nya menatap bangunan sekolah itu. 

“Ayo cepat” Jeno menarik tangan Sehun dan memasuki area  sekolah itu. 

“Apa yang akan kita lakukan disini?” 

“Bertanya, tentu saja” 

Langit sudah menjingga dan Sehun Jeno masih belum menemukan apa apa. 

Apa mereka salah sekolah?  Atau memang yang mereka cari tidak ada disana. 

“Hey!  Anak muda!  Apa yang kalian lakukan disini?” seorang lelaki paruh baya memanggil Sehun dan Jeno. Mereka tidak mengenakan seragam sekolah disana, lalu apa yang mereka lakukan disini? 

Apa mereka akan mendaftar sekolah disini? 

“Ahh kami hanya mencari seseorang, paman” 

“Apa kau anak Lee Donghae?” Jeno sedikit kaget mendengar pertanyaan lelaki yang lebih dikenal dengan Guru Kang itu. 

“Kau sangat mirip dengannya” Guru Kang menjawab pertanyaan yang tidak Jeno tanyakan. Raut wajah Jeno sangat terlihat menanyakan itu. 

“Ya aku anaknya, paman” 

“Kalian mencari siapa?” Ohh, Sehun menyukai Guru Kang ini, tepat sasaran tanpa banyak basa basi. 

“Im Yoona” Guru Kang terlihat sedikit kaget, untuk apa anak itu mencari ibunya sendiri? 

“Tadi dia kesini, tadi pagi. Kau mencari ibumu, ya?” tidak. Jeno bukan anak yang hilang, sungguh. Pertanyaan Guru Kang itu membuat Jeno merasa seperti anak hilang yang mencari ibunya.

“Ibuku Jessica Jung, paman” jawab Jeno sedikit malas, sedangkan Sehun menahan tawanya mati matian. 

“Ahh benarkah? Padahal dulu Donghae Cinta mati pada Yoona, hinggal ia rela melompat dari atap agar Yoona mau menerinya” Guru Kang teringat kejadian saat Donghae nekat bunuh diri agar Yoona menerimanya, cerita Cinta yang melegenda disekolah mereka. 

“Ya aku tau itu, Ayah sudah bercerita. Tapi dia tidak jadi lompatkan? Ayah itu penakut. Jadi, apa Bibi Yoona benar benar kesini?” 

“Ya, tadi. Dan ia baru saja kembali. Apa kalian tidak selisih digerbang?” lagi lagi Jeno nyaris bertemu Yoona. 

Jeno segera berlari meninggalkan Sehun dan Guru Kang.

Jeno sungguh ingin bertemu dengan Yoona. 

Bertemu dengan Cinta sejati ayahnya. 

Mengenal wanita bernama Im Yoona itu. 

Jeno sangat penasaran dengan Yoona. 

Pesona apa yang ia miliki hingga Ayahnya masih mencintainya bahkan ketika Ayahnya sudah menikah dengan Ibunya yang sangat cantik. 

Apa yang dimiliki Yoona dan tidak dimiliki Ibunya hingga Ayahnya masih mencintainya, hingga detik ini. 

“Im Yoona-ssi!  Kumohon!”

•••

“Aku akan kembali lusa, Bibi” Yoona meneguk minumnya dan hanya menyisakan segelas kosong. Ia meletakkan gelas itu kemeja makan milik Bibinya. 

“Cepat sekali” Yoona baru saja datang dan ia akan pulang. Apa Yoona tidak merindukan kota kelahirannya itu? 

“Aku sudah sebulan disini jika kau lupa, Bibi” 30 hari bukan waktu yang sebentar untuk liburan, benar?

Yoona kesini hanya melepas rindu, bukan untuk kembali selamanya ke tanah Korea Selatan itu.

Ia masih akan kembali ke Amerika dimana Ayahnya sudah menunggu kepulangan dirinya. 

Bahkan pekerjaannya juga menunggu dia di Amerika sana.

“Kau sudah bertemu dengan Donghae?” Bibi Yoona mengenal bagaimana keponakannya itu. 

Sudah pasti Donghae lah menjadi alasan kenapa Yoona kembali ke Seoul setelah 17 tahun lamanya ia merantau keluar negeri. 

Hanya Cinta yang membuat seseorang kembali, bukan? 

“Aku tidak bertemu dengannya” Yoona sudah mengaku, ia sudah mengalah pada dirinya sendiri. Bahwa karena Donghae lah ia kembali. 

Bahwa karena ia merindukan pria itulah ia rela kembali ke Seoul, kembali merasakan perih hatinya akan Cinta mereka yang dipaksa berhenti. 

Pahit manisnya cerita mereka. 

Yoona rela merasakan itu lagi karena ribuan juta sel didalam tubuhnya merindukan Donghae. 

Yoona sengaja mengunjungi tempat tempat yang dulu sering ia kunjungi dengan Donghae.

Hanya untuk sebuah keajaiban bertemu dengan mantan kekasihnya itu. 

Tapi harapannya adalah sebuah kekosongan. Ia tidak bertemu dengan Donghae.

Yoona semakin merasa bahwa Donghae sudah benar benar bahagia. 

Lalu apa yang Yoona harapkan? Tidak ada.

Tidak ada alasan untuk ia bertahan di Korea Selatan. 

Yoona sudah memutuskan mengubur dalam dalam Cinta nya yang sudah ia biarkan bertahan dihatinya selama 17 tahun. 

Jika Donghae bahagia, maka Yoona juga bahagia. 

Bukankah begitu yang dikatakan para Pujangga Cinta?  

“Yoona?” Yoona menoleh menatap Bibinya yang terlihat khawatir. 

Yoona hanya diam dan tersenyum kecil, lalu ia bangkit dari duduknya dan kembali ke kamarnya. 

Yoona janji, ini adalah patah hati yang terakhir karena Lee Donghae. 

•••

Jeno menatap jam dinding yang tergantung didinding rumah sakit itu.

30 menit sudah ia menunggu panggilan namanya untuk masuk ke ruang periksa. 

Jika bukan karena Ayahnya, Jeno tak akan ke rumah sakit. 

Ia hanya mimisan karena kelelahan dan Ayahnya memaksanya untuk memeriksa kesehatannya ke rumah sakit. 

Dan lebih menjengkelkan lagi, Ayahnya hanya mengantarkannya sampai depan rumah sakit dan menyuruhnya untuk menghubungi Ayahnya jika Jeno sudah selesai. 

Harusnya Ayahnya menunggunya, bukan malah meninggalkannya. 

Jeno merindukan Ibunya. Jika saja Ibunya ada disini, Jeno tak akan merasa hampir mati karena kebosanan menunggu. 

“Nona Im Yoona” Jeno tertegun mendengar nama yang dipanggil, dan ia melihat seorang wanita melewatinya dam memasuki ruang kesehatan. 

Benarkah itu adalah Im Yoona yang ia cari? 

“Yoona-ssi?” 

“Jadi kau anaknya Donghae?” Jeno mengangguk mengiyakan pertanyaan Yoona pada dirinya. 

Yoona menatap Jeno intens. Hidung, mata, alis bahkan bibir milik Jeno benar benar seperti milik Donghae. 

Jadi benar, bahwa Donghae sudah menikah dan memiliki anak. 

Benar bahwa Donghae sudah bahagia, benar bahwa Donghae sudah melupakan dirinya. 

“Bagaimana kabarnya? Ahh ia pasti baik baik saja” Yoona salah kata. Sudah jelas Donghae baik baik saja, kenapa ia bertanya?  Berharap bahwa Donghae tidak baik baik saja karena tidak bersamanya?  Stupid, Im Yoona. 

“Ya, dia baik baik saja, Bibi. Kalau kau melihatnya dia baik baik saja. Tapi aku tidak tau dengan hatinya” Jeno menjawab mantap, ia tau Ayahnya baik baik saja. Tapi mata Ayahnya mengatakan lainnya. Walaupun sudah memiliki anak dan sudah berumur, Jeno tau Ayahnya butuh seorang wanita disampingnya. Khususnya wanita yang Ayahnya cintai. 

“Hatinya?” Jika Donghae sudah menikah, sudah pasti hatinya baik baik saja. Ia pasti bahagia dengan istrinya, bukan begitu? 

“Ibuku meninggal, saat umurku baru 5 tahun” jelas Jeno. Mengingat kembali ke masa dimana ia kehilangan Ibunya, walaupun ia lupa bagaimana Ibunya memperlakukan ia, Jeno tau Ibunya adalah seorang wanita yang baik dan lembut. 

“Ibumu?” Yoona kaget, jadi Donghae adalah seorang duda? 

Yoona tau bagaimana perasaan Donghae ketika kehilangan seseorang yang dicintai. 

Jadi itulah mengapa Jeno berkata hati Donghae tidak baik baik saja. 

“Kanker otak stadium 4. Sebuah keajaiban Ibuku bertahan selama 6 tahun dan bisa melahirkan aku” Jeno ingat sekali apa penyebab Ibunya meninggalkan dia, penyakit menyedihkan. 

“Jessica?” kanker otak stadium 4, sudah pasti itu Jessica kan?  

Yoona tersenyum miris, Donghae benar benar menikah dengan Jessica. 

“Kau mengenalnya, Ayahku menceritakan tentang kisah kalian, tentang Ibuku, dan semuanya” Jeno mengiyakan pertanyaan Yoona. 

Ibunya dan Yoona memang saling mengenal, walaupun mereka tidak berteman, mereka memiliki satu pria yang dicintai. 

Jeno ingat keseluruhan cerita Donghae tentang kisah cintanya yang tragis bersama dengan kekasihnya dulu, kekasihnya yang hingga saat ini Jeno yakin Ayahnya masih cintai. 

Bukan Ibunya, itu adalah Yoona. Ya, Im Yoona.

“Maaf, sebelumnya aku ingin bertanya. Apa kau sudah menikah?” pertanyaan itu menusuk hati Yoona, ia belum menikah. Bahkan jauh didalam lubuk hatinya ia menunggu Ayah anak itu. 

“Aku belum” memang seperti itu kenyataan nya kan?  Yoona belum menikah. 

“Kau menunggu Ayahku?” tidak. Tentu saja Yoona akan mengatakan tidak, meskipun itu adalah kebohongan.

Tak mungkin ia menjawab ‘Aku belum menikah. Pria yang ingin kunikahi menikah dengan Ibumu, dan aku masih menunggunya’ kan? 

Yoona senang mendengar bahwa Donghae sudah memiliki keluarga, pasti Donghae sudah bahagia walaupun disisi lain ia sedih karena harus benar benar merelakan Donghae. 

Yoona juga sedih mendengar istri Donghae meninggal, namun disisi lainnya ia juga senang karena memiliki kesempatan bersama dengan Donghae kembali. 

Katakan ia tak tau diri, katakan ia jahat, katakan ia kejam. Faktanya, tidak ada satu orangpun yang bisa menghalangi Cinta Yoona untuk Donghae.

Terlalu besar setelah 17 tahun lamanya. 

Donghae itu Cinta pertamanya, sekaligus Cinta terakhir yang Yoona miliki. 

“Tidak bisa dikatakan seperti itu” Yoona tak ingin menyakiti perasaan Jeno. Mengatakan bahwa ia menunggu Ayah bocah laki laki itu sama saja dengan mendoakan agar orang tua mereka berpisah walaupun kenyataan nya Jessica sudah tiada. 

Karena kau tau, suatu kesalahan besar jika seorang wanita jatuh Cinta pada suami wanita lain. 

“Ayahku masih menunggumu. Walaupun dia berkata bahwa dia sudah melupakanmu, aku tau itu hanya untuk menjaga perasaanku, karena aku sangat menyayangi Ibuku. Awalnya aku tak mengerti kenapa Ibuku menginginkan ini, tapi saat mendengar cerita Ayahku, aku mulai mengerti. Walaupun aku masih berumur 16 tahun, aku tau kalian saling mencintai hingga detik ini dan kalian berhak bahagia bersama” semua orang butuh pasangan hidup. Dan yang Jeno tau, hanya wanita bernama Im Yoona lah yang benar benar ayahnya butuhkan. 

Jeno mengerti bahwa Cinta tak bisa dipaksakan, bahwa ia tak bisa melarang Ayahnya mencintai Yoona. 

Bahwa Jeno tak berhak menghalangi Ayahnya untuk bahagia yang hanya Ayahnya dapatkan dari Yoona. 

“Kau belum menikah, aku tau bahwa kau masih mencintai Ayahku” Yoona tertegun mendengar ucapan Jeno. Anak itu benar benar memiliki pemikiran yang dewasa. 

Disaat seharusnya ia marah karena secara tak langsung Ayahnya mengkhianati Ibunya, Jeno malah mencarinya dan Yoona yakin memintanya kembali pada Donghae.

“Kembalilah pada Ayahku” aku tidak salah, kan? •••

“Ayah!” Jeno begitu bahagia melihat Ayahnya pulang kerumah setelah hampir 5 jam ia menunggu Ayahnya. 

Jeno menyambut kepulangan Donghae dengan sebuah pelukan hangat miliknya serta kebahagiaan yang luar biasa Jeno rasakan. 

“Kau tampak bahagia, nak. Apa kau sudah mendapatkan Lami untuk menjadi kekasihmu?” jarang sekali Donghae mendapatkan putranya itu antusias seperti ini, dan Donghae ingat betapa antusiasnya Jeno bercerita tentang Lami, teman sekelasnya yang ia sukai. 

“Bukan Lami, aku mendapatkan kekasih lain” Jeno menjawabnya mantap. Tak apa jika Lami menolaknya sekarang, karena kekasih untuk Ayahnya lah yang ia cari, bukan untuknya. 

“Oh, jadi kau sudah berpaling dari Lami?” Donghae berjalan menuju kamarnya diikuti oleh Putra tunggalnya itu. 

Jeno sangat senang, membuat ia seperti anak ayam yang terus mengikuti induknya. 

“Dan kau akan cemburu jika bertemu dengan kekasih ku ini” Donghae tertawa mendengar hal itu. Ia cemburu? Pada kekasih anaknya? 

Ayolah, Donghae bukan tipe paman penyuka anak remaja. 

“Selera ku bukan anak SMA, nak” Jeno mengangguk pasti. Duduk diranjang berukuran King Size milik Ayahnya. Memperhatikan Ayahnya yang sibuk membuka pakaian. 

“Aku mengencani wanita berumur 35 tahun, Ayah!” seru Jeno. 

“Kau gila?!” Ayah mana yang tidak kaget mendengar Putra berumur 16 tahunnya berkencan dengan seorang Bibi berumur 35 tahun?  Seumuran dengannya. Astaga!

“Jika kau bertemu dengannya kau juga akan melupakan umurmu, Ayah” Jeno tetap bersikukuh mantap pada wanita pilihannya. 

“Siapa gadis itu? Temukan Ayah dengannya!  Dan Ayah akan memintanya menjauhi mu!  Jadilah anak yang normal, Jeno! Jangan membuatku mati muda!” sejujurnya, Donghae sangat ingin memukul anaknya itu. Tak ada yang lebih gila jika seorang anak remaja berkencan dengan gadis berkepala 3.

“Kau harus bertemu dengannya kalau begitu! Besok malam datanglah dan minta ia menjauhi ku!  Selamat malam Ayah!  Aku mencintaimu!” Jeno tertawa lebar melihat ekspresi Ayahnya, sangat siap menerkam dirinya. 

Donghae yang melihat anaknya itu hanya menggelengkan kepalanya pelan. Betapa kasihannya dirinya. 

“Jess, anakmu terlalu gila!” Donghae menggerutu, mencoba curhat pada Jessica. 

Donghae melirik bingkai foto yang ada di nakas disamping ranjangnya, menatap foto pernikahannya dengan Jessica. 

“Maafkan aku yang hingga saat ini masih menganggap mu sebagai seorang teman” Donghae masih menyimpan foto pernikahannya dengan Jessica, karena menurutnya itu adalah sebuah permintaan maaf darinya untuk Jessica. 

Permintaan maaf karena ia tidak bisa mencintai wanita itu lagi seperti sebelum ia mengenal Yoona. 

Permintaan maaf karena hingga detik ini cintanya masih milik Im Yoona. 

Donghae merasa bersalah, kepada Yoona, kepada Jessica, bahkan kepada anaknya sendiri. 

Donghae merasa bahwa ia bukanlah Ayah yang baik. 

Disaat istrinya sekarat, putranya masih berumur 5 tahun, ia begitu merindukan Yoona. Pergi dari rumah dan tidak pulang selama 3 hari. 

Donghae masih ingat, saat ia pulang kerumah dan mendapati rumahnya ramai dipenuhi keluarga bahkan kerabat lainnya, mereka mengatakan bahwa Jessica sudah meninggal.

Hari itu adalah hari yang paling Donghae sesali selain dimana ia dan Yoona berpisah.

Lagi lagi ia merasa bahwa ia adalah seorang pengecut. 

“Aku sunggu minta maaf, Jess” dan karena kesalahannya itulah Donghae tak berani untuk mencari cintanya lagi. Donghae tau, saat inilah waktu yang tepat untuk ia mencari Yoona kembali. 

Berharap bahwa Yoona sudah bercerai atau apapun yang penting ia bertemu dengan Yoona. 

Namun, perasaan bersalah itu membuatnya berhenti mencari Yoona. 

Donghae takut, disaat ia mencari Yoona maka Donghae akan kehilangan yang lain. Seperti insiden waktu itu.

•••

“Kita ingin bertemu dengan kekasihmu kan? Kenapa menyuruhku memakai setelan anak muda? Kau tau nak, aku ingin memakai setelan gangster tadinya, agar wanita itu benar benar menjauhi dirimu” Donghae sedikit pusing melihat putranya yang satu itu. Untuk bertemu kekasihnya saja Donghae harus mengenakan kemeja merah kotak kotaknya serta jeans biru dongker miliknya. Itu adalah setelan anak muda jaman sekarang. 

Dan Donghae bukanlah salah satu dari jutaan anak muda itu. Ia sudah berumur hampir 40 tahun, jas lah yang cocok untuknya mengingat ia juga seorang Presdir di perusahannya. 

“Kau akan bergabung dengan anak muda Ayah, jadi bersikaplah seperti anak muda. Wajahmu juga tidak terlalu tua, kau masih pantas menjadi anak muda. Dan Ayah tau, aku masih cocok jika memanggil mu Hyung” ya, Jeno benar. Donghae sudah memiliki anak di umurnya yang masih 20 tahun. Itu karena Jessica. 

Permintaan terakhirnya adalah menikah dan memiliki keluarga.

Mengingat penyakit yang diderita Jessica, Donghae menyetujuinya.

Bahkan mereka menikah diumur mereka yang masih 19 tahun. 

Itulah sebabnya Donghae memiliki Putra berumur 16 tahun disaat ia berumur 35 tahun. 

Orang orang mengira bahwa mereka adalah adik kakak. Selain wajah mereka yang kelewat mirip, Donghae juga berumur tidak terlalu tua.

“Aku bertaruh, kau kan kembali ke 17 tahun yang lalu, Ayah!” ya, terserah apa yang Jeno katakan. Sudah sebaiknya jika Donghae mengikuti alur yang anaknya buat itu. 

“Ya, kita akan kembali kesana. Dengan bantuan mesin waktu milik Doraemon” itu yang diinginkan Jeno kan?  

“Dia sudah datang!” Donghae menoleh mengikuti pandangan Jeno. 

Mengikuti pandangan Jeno yang tertuju pada seorang wanita yang anaknya sebut adalah kekasihnya. 

Mengikuti pandangan Jeno yang tertuju pada seorang wanita yang membuatnya seperti memasuki mesin waktu dan kembali ke 17 tahun yang lalu. 

Donghae berdiri dari duduknya. 

Jeno sangat pintar memilih tempat makan malam di restoran yang memiliki balkon serta cuaca yang sangat mendukung dengan ribuan bintangnya di langit. 

Sangat mendukung suasana yang sekarang terjadi. 

Pure hazel milik Donghae tak berkedip satu detik pun. 

Wajah itu masih sama, hidung itu, senyuman itu, bahkan rambut itu. 

Semuanya sama seperti 17 tahun yang lalu. 

Seketika Donghae melupakan segalanya. Umurnya, sekitarnya, bahkan ia melupakan alam ini. 

Semua teralihkan oleh seorang wanita didepan sana. 

Wanita yang sudah mencuri hatinya dari 17 tahun yang lalu sampai detik ini juga. 

Dan Donghae yakin, ia tak akan pernah mengembalikan hati Donghae yang telah ia curi. 

Itu adalah Im Yoona. 

Yang berdiri didepan sana adalah Im Yoona. 

Si pencuri hatinya adalah Im Yoona. 

Wanita yang hingga detik ini dan seterusnya ia cintai adalah Im Yoona. 

Dan Im Yoona itulah yang membuat tubuhnya bergerak diluar kendali dan menabrak tubuh Yoona kedalam pelukan Donghae. 

Menyusun kembali pecahan serpihan masa lalu dengan satu pelukan penuh kerinduan. 

“Dialah kekasihku Ayah!  Karena sepertinya kau menyukainya, aku merelakannya untukmu!” Donghae menoleh menatap Jeno yang berkata seperti itu. 

Senyuman ke gembiraan terpancar dari wajah putranya. 

Donghae tak menyangka bahwa Jeno akan melakukan ini. 

Ia pikir Jeno akan marah mendengar cerita cintanya.

Namun semua bertolak belakang dari pikiran Donghae. 

Jeno mencari Yoona untuk dirinya. 

Jeno mengembalikan kebahagiaannya. 

Betapa ia menyayangi putranya itu. 

“Aku menyukai Bibi Yoona. Aku setuju jika kalian menikah. Kau beruntung Ayah, Bibi Yoona bahkan belum menikah karena menunggumu! Aku yakin Ibu akan bahagia jika melihat kalian bersatu kembali. Miliki waktu berdua, aku tak ingin mengganggu kalian” Donghae kini beralih memeluk Jeno. 

Air matanya tak sanggup ia tahan. 

‘Sica-ya, terimakasih telah memberikan cupid untukku dan Yoona’ jika saja Jeno dan Yoona mendengar ucapan hati Donghae itu, sudah pasti mereka akan tertawa dan mengejek kekonyolan Donghae itu. Sangat kekanakan. 

Ini sudah 15 menit setelah Jeno meninggalkan Donghae dan Yoona dimeja makan malam mereka. 

Tapi tak sepatah kata pun yang terucap dari bibir keduanya.

Entah itu karena canggung, terlalu rindu, atau bahkan lainnya. 

“Apa kabar?” Yoona mengalah, dan pertanyaan aneh itu keluar dari bibirnya. 

“Kau masih lucu” dan itulah jawaban Donghae atas pertanyaan Yoona. Membuat Yoona mengerucutkan bibirnya karena kesal. 

“Berhenti melakukan itu, kau sudah 35!” wajah Yoona memerah menahan malu sedangkan Donghae tertawa puas karenanya. 

Mereka benar benar melupakan umur sepertinya. 

“Sebelum semua pertanyaan yang akan ku lontarkan, apa benar kau belum menikah?” Yoona memejamkan matanya dan memaki didalam hati. Sial. Kenapa dari sekian pertanyaan itulah yang ditanyakan Donghae padanya? 

“Jadi kau benar benar menungguku?” Donghae itu memang terlalu percaya diri. Sama sekali tidak berubah. 

“Aku berterimakasih bahwa kau setia menungguku, Yoona. Maafkan aku yang tidak mencarimu. Aku punya alasan dan kuharap kau mengerti” Donghae sangat berterimakasih karena dengan setianya Yoona menunggu dirinya selama 17 tahun.

Dengan Cinta yang masih sama. 

Donghae sangat beruntung memiliki wanita yang ia cintai seperti Yoona. 

“Kita sudah disini sekarang. Masa lalu adalah masa lalu. Kau memaafkan ku kan?” Donghae masih takut jika Yoona belum memaafkannya atas apa yang ia lakukan dulu. 

Membiarkan Yoona pergi adalah kesalahan terbesar didalam hidup Donghae.

“Aku selalu memaafkan mu. Seperti yang kau katakan. Masa lalu adalah masa lalu” Yoona memang tak pernah menyalahkan Donghae atas apa yang terjadi. 

Yoona juga tidak menyalahkan Jessica. 

Karena Yoona tau, hal hal seperti itulah yang akan membuatnya bahagia kelak nanti. 

Dan ini adalah kebahagiaan itu.

“Bertemu denganmu saat ini membuatku lupa bahwa kita pernah berpisah selama 17 tahun. Aku lupa dengan semua kesakitan yang ku lalui, Yoona. Banyak yang ingin kutanyakan sungguh. Tapi itu hilang kandas saat aku sudah bersamamu” mereka melupakan 17 tahun saat mereka berpisah. 

Seperti tidak ada 17 tahun itu, seperti mereka terus bersama dan tak pernah berpisah. 

Apalagi yang Donghae pikirkan jika Yoona sudah ada dengannya sekarang? 

Tak akan ada lagi kesakitan. 

“Aku juga merasa seperti itu. Seperti aku tak pernah pergi dari sini. Seperti aku selalu bersamamu. Apakah ini waktunya untuk kita?” mungkin waktu untuk Donghae dan Yoona bukanlah 17 tahun yang lalu, maka sekarang lah waktu mereka. 

Mulai saat ini hingga abadilah waktu yang sesungguhnya untuk Lee Donghae dan Im Yoona. 

“Bukankah Jeno membawamu kemari untuk itu? Anak itu sudah mengerjai ku dengan mengatakan kau adalah kekasihnya. Wanita berumur 35 tahun adalah kekasihnya. Aku hampir gila, Yoona” Donghae sedikit curhat pada Yoona. Akan kegilaan anaknya itu. 

“Jadi, apakah kita bisa mengulangnya dari awal?” cerita ini ada untuk mereka kembali bersama bukan? Jeno sudah menyusunnya, dan inikah yang Jeno inginkan. 

Kebahagiaan untuk Ayah tercintanya. 

“Ya, kita bisa” keinginan Jeno akan benar benar terwujud. Jeno sudah menyetujui nya. Dan Donghae tak ingin mengulur waktu. 

Ini adalah takdir. 

Bukan saatnya untuk Donghae takut kembali pada Yoona. 

Seperti yang dikatakan Jeno, Jessica pasti senang melihatnya kembali pada Yoona. 

Jessica pasti mengerti akan apa yang saat ini terjadi. 

Untuk kali ini saja, biarkan mereka egois untuk kebahagiaan mereka sendiri. 

“Im Yoona, maukah kau menikah denganku?” tanpa cincin, Donghae berlutut disamping kursi yang Yoona duduki. 

Melontarkan pertanyaan yang dulu tak sempat ia lontarkan pada Yoona. 

“Ya, aku mau” dan Yoona menjawab pertanyaan yang dulu tak sempat Yoona jawab. 

Donghae berdiri, dan menarik Yoona kedalam pelukannya.

Donghae berjanji bahwa ia tidak akan pernah melepaskan Yoona lagi.

Ia berjanji tidak akan membiarkan Yoona meninggalkannya lagi.

Yoona adalah miliknya, siapapun tak berhak memisahkan mereka lagi. 

Sekalipun itu ajal mereka, Donghae tetap akan bersama Yoona. 

Ke nereka sekalipun, Donghae akan mengikuti Yoona. 

Karena Donghae tau bahwa dirinya tercipta hanya untuk Im Yoona. 

-TAMAT-
-Epilog-

“Jeno-ya, kenapa kau sangat ingin menyatukan Paman Donghae dengan Bibi Yoona?”

“Selain karena cerita Ayah, aku mendapatkan misi dari Ibuku. Sebuah misi dari surat diulang tahunku ke 14, yaitu menyatukan kembali yang seharusnya bersatu”

“Ibumu sangat baik”

“Tentu saja, Sehun hyung!”

“Jeno-ya, kemarin aku bertemu dengan Lami. Dan ia bilang, hari sabtu di Sungai Han”

“Benarkah? God! Aku akan mendapatkan Lami!!”

-SELESAI- 
Akhirnya selesai juga ini sequel hohoho

Satu Bulan juga buat nyelesaikan ini wkwkkwk

Karena authornya lagi sibuk buat persiapan masuk kuliah, makanya ini sequel kelamaan di post dan bikin reader nya lupa sama cerita sebelumnya 😂😂

Dan maapkeun autbor kalo sequelnya ga sesuai fantasi kalian. 

Author sibuk dan pikiran jadi kacauuuu 😭😭

Tapi semoga kalian suka sama sequel ini. 

I try to do the best. Eaakkkk. 

Terima Kasih sudah menunggu, Terima Kasih sudah membuang waktu berharga kalian untuk membaca karya ku. 

Karena respon kalian, baik itu kritik saran maupun pujian, adalah semangat author untuk selalu menulis. 

Respon kalian adalah hal yang menjadi alasan author tetap menulis. 

Terimkasih banyak readers ku tercintaaa 😊😚😘

13 respons untuk ‘Great Love 

  1. “Jadi kau benar benar menungguku?” wkwkwk pede bgt yah donghae mngatakan ini 😂😂smpet ngakak wktu jeno bilang mndpatkan Kasih brumur 35 😁
    Ditunggu Krya” lainnya thor

    Suka

  2. ye…. happy ending. awalnya aku kesel sama donghae yang ninggalin yoona Dan menikah sama jessica untungnya cinta mereka tuh abadi dan jeno juga mengerti kalo ayahnya itu cinta sama yoona bukan sama ibunya.

    Suka

  3. Aku suka karna akhirnya happy ending ..
    tapi sedikit mengecewakan menurutku ,jauh dari bayangan banget ..Donghae nikah sama Jessica dan punya anak Jeno itu berasa gimana banget ,walaupun Jessica udah meninggal tapi tetep aja kesel haha
    tapi keseluruhannya aku suka semoga ada next sequel ^^

    Suka

Tinggalkan komentar